-->

70% Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga YOGYAKARTA Sudah Tidak Perawan

Wednesday 18 November 2015

70% Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga YOGYAKARTA Sudah Tidak Perawan

70% Mahasiswi UIN Sunan
Kalijaga YOGYAKARTA Sudah
Tidak Perawan
70% Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga
YOGYAKARTA Sudah Tidak Perawan innalillahi winnaillahi rojiun.. inilh yg terjdi ketika islam di campakn dari sistem pemerintahan. Mungkin judul artikel di atas terkesan
bombastis dan impossible.Akan tetapi jika kita
melanjutkan membaca dan mencoba berfikir
realistis, maka hal tersebut merupakan perkara
yang kemungkinan benarnya sangat tinggi.Artikel
ini saya buat memang tidak berdasarkan bukti
tertulis ataupun hasil tes medis mengenai status
virginitas (keperawanan)mahasiswi UIN
Jogja.Ulasan ini dibuat berdasarkan penulusuran
pribadi dan hasil wawancara terbatas dengan
sumber penulis maupun rekan-rekannya.
Munculnya angka 70% juga merupakan
rekomendasi dari sumber penulis yang sampai
saat ini masih menjadi mahasiswa aktif UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, sedangkan saya
sendiri merupakan alumni dari salah satu
fakultas perguruan tinggi Islam tersebut.
Penulusuran saya bermula dari kecurigaan (dan
kekhwatiran saya kalau itu benar) terhadap pola
hidup dan kebiasaan temen-temen mahasiswa
UIN Jogkja, khususnya temen-temen perempuan.
Bermula dari hal yang sangat mudah kita temui,
yaitu mahasiswa UIN Jogja yang tidak sholat
(atau paling tidak sering bolong, jika hal ini
diangkat mungkin angkanya mencapai 90%),
kemudianberlanjut ke pergaulan malam, dari
warung kopi (tempat nongkrong para aktivis)
dan juga cafe serta club. Memang untuk jumlah
mahasiswa UIN Jogja yang sering dugembaru
sekitar 20% dan anehnya meskipun seringkali
petugas menemukan KTM UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta ketika mereka check in, tidak pernah
ada penyebutan kampus UIN dalam parade
kampus di club (dalam acara dugeman sering
kali disebutkan nama-nama kampus yang
datang pada malem itu diiringi dengan teriakan
kebanggaan kampus masing-masing).
Kecurigaan penulis berlanjut pada mahasiswi-
mahasiswi yang sering pulang larut, baik itu
nongkrong di warung kopi, dugem, maupun di
tempat lainnya.Dari sebuah warung kopi yang
sangat prestisius di kalangan aktivist mahasiswa
UIN, yaitu Warung Kopi Blandongan, penulis
bertemu dengan sumber awalJuni kemarin.Perlu
diketahui bahwa sumber penulis merupakan
kenalan lama dan sama-sama hidup di
organisasi ekstra kampus.Melalui obrolan ringan,
penulis mulai melakukan perbincangan dengan
sumber dengan tema yang sangat spesifik dan
subversif, yaitu tingkat keperawanan mahasiswi
UIN Sunan Kalijaga. Dari obrolan itu penulis
dapatkan fakta yang cukup mencengangkan,
yaitu keluar pernyataan dari sumber (yang faham
betul pola hidup mahasiswa/i UIN Jogja) bahwa
prakiraan mahasiswi UIN yang pernah
bersetubuh mencapai 70%, dengan kata lain
sudah tidak perawan.
“Jika langsung ke perkiraan, mahasiswi UIN yang
tidak perawan menurut saya sampai 70% dari
jumlah seluruhnya.Itu yang perempuan, kalau
yang laki-laki, saya belum tahu tapi yang jelas
lebih tinggi”, tuturnya. Menurut sumber, banyak
faktor yang dapat mendukung perkiraannya
tersebut, pertama, banyak mahasiswi UIN yang
keluar sampai malam dan tidak bisa pulang ke
kos dikarenakan rata-rata kos putri di Jogja
tutup jam 9 malam, maka dari itusolusi mereka
adalah kos temen, warnet, atau (yang
mengerikan) kos cowoknya atau paling tidak
temen deket laki-laki mereka (kos putra rata-
rata bisa keluar masuk 24 jam dengan sistem
pegang kunci masing-masing). Kedua, kampus
tidak pernah melakukan pendidikan akhlak
dengan baik dan juga tidak pernah melakukan
tes keperawanan pada mahasiswinya, baikpada
waktu masuk kuliah maupun di waktu kelulusan.
Ketiga, dan ini yang paling penting menurut
sumber, paham liberalisme di kampus.Paham ini
dimasukkan melalui mata kuliah dan merupakan
bagian dari kurikulum, hampir di seluruh
fakultas.Kebebasan berfikir, demokrasi,kritik
agama, sampai pada perilaku budaya-budaya
orang eropa-amerika yang bisa dihormati (kata
halus dari ditiru).Untuk penyebab ketiga ini,
sumber juga menjelaskan bahwa kampus UIN
Jogja tidak melakukan pembendungan terhadap
arus liberalisasi dan seks bebas yang sedang
digencarkan oleh kaum liberalis melalui TV,
Majalah, film, dan juga media online. Bahkan
kampus UIN Jogja malah melakukan tindakan
sebaliknya, yaitu dengan cara membiarkan saja
hal itu berjalan. Ditambah lagi UIN Jogja sudah
meminimalisir kajian keagamaan dari sumber
kitab klasik, ilmu yang diambil kebanyakan dari
sarjana kekinian yang faham keagamaannya
cenderung liberal dan dangkal.
Penulis kemudian menyakan secara eksplisit
fakta yang bisa menunjukkan kebenaran
pernyataannya tentang tingkat keperawanan
mahasiswa UIN.
“Mas nya pengen kesaksian langsung?” tanyanya
simple tanpa beban. Penulis pun mengangguk
pelan. Sumber memberikan isyarat untuk
menunggu sebentar, sambil langsung berdiri dan
bergabung dengan beberapa temannya di sisi lain
warung kopi Blandongan. Gelak tawa terjadi
antara mereka dan kelihatannya sumber
merupakan seorang aktivis dan memiliki
pengaruh besar terhadap teman-
temannya.Setelah bercengkerama sambil
memegangi pundak seorang temannya (untuk
menunjukkan persekawanan dan sambil berbisik
sebentar), sumber kembali ke tempat duduk
penulis beserta teman yang tadi dipeganga
pundaknya.
Setelah berjabat tangan dan memperkenalkan
nama, kami sepakat bahwa dia akan memberikan
kesaksian dengan syarat perlindungan identitas,
penulispun menyanggupi tanpa ragu. Berikut
cuplikan wawancara dan kesaksiannya dengan
sedikit perubahan bahasa tanpa mengurangi
substansinya (dalam kesepakatan dia bersedia
ditulis dengan inisial A.K).
Pen : Ok, apa yang bisa anda jelaskan mengenai
materi kami, saya pikir xxx (saya menyebut
nama sumber) telah menjelaskan tentang
penelitian saya.
A.K : Identity protection?
Pen : A hundred percent .
A.K :Oke., langsung aja deh, lagian mungkin ada
baiknya hal ini diceritakan dan menjadi pelajaran
bagi semua. Hampir setiap mahasiswi UIN yang
saya kenal (hampir looh, ga semua) pernah tidur
sekamar berdua dengan saya.And…, well, jika
tanya yang kami lakukan, pikir aja sendiri
(penulis serius dengan memandangnya tanpa
kedip), Oke.., oke.., kami ciuman, bercumbu,
buka baju, buka BH dan seterusnya!
Pen : Seterusnya.., ML Maksudnya?
A.K : Hemm.., ga semua mas. Beberapa
mahasiswi (yang baru khususnya), masih sayang
ma perawannya.Jadi kadang ya main atas aja,
trus palingan nyepong(istilah untuk oral seks).
Tapi paling kalau sekarang lebih gampang mas,
karena setahu saya yang masuk UIN dengan
status TIDAK PERAWAN sudah banyak, mereka
ML di waktu SMA atau bahkan SMP.
Pen : Itu hampir semua temen cewek mu yang
UIN?
A.K : Yah., Syari’ah, Tarbiyah, Ushuludin,
Dakwah.., pokoknya cewek UIN yang pernah
deket sama aku bisa dipastikan kedua putingnya
udah bau mulutku dan sebagian mulutnya dah
pernah nyepong punya gue.
Pen : Kamu mbayar itu?
A.K : Yaa ndak lah mas. Cewek UIN loh banyak
yang kebelet buat gituan , ngapa musti mbayar.
Yaa… paling temen deket, rayu dikit, ajak main
ke kos. Udah itu., bisa dipastikan BH nya ga
selamet. Kalau tentang yang mbayar, ntar tanya
sendiri ma sumber mas tuhh., dia tahu banyak.
(A.K sambil tertawa melihat kearah sumber).
Pen : Kamu pernah ML?, dengan anak UIN
maksudnya, tolong ceritakan.
A.K : Heheee.., barang cewek UIN.., pernah mas
satu. Begini, hampir cewek UIN yang kenal sama
saya, bibir, dada, perutnya ga selamet. Tapi
kalau sampai ML ya cuman pernah sama satu
orang, meskipun berkali-kali siiih…
Prosesnyasama mas dengan yang saya ceritakan
tadi, ketemu trus kenalan, sms, janjian buat
ketemuan, ajak ke kos. Pertemuan pertama dan
kedua masih belum mau, tapi ketiga, insya Allah
udah bisa dirasakan tubuhnya. Usut punya usut,
ternyata dia memang udah ga perawan, waktu
SMA dia sudah pernah ML. Whatever, barangnya
masih bagus kok mas., saya aja ampe ketagihan
berkali-kali. Hehe… Oh ya mas.., saya pun anak
UIN loh..,
Pen : Wow.., (penulis sebenarnya terkejut
mendengar kesaksian itu akan tetapi berusaha
menerima dengan biasa untuk kepentingan
wawancara).
Perbincangan kami masih berlanjut hingga
malam, dia menceritakan dengan tanpa beban
tentang lika-liku kehidupan mahasiswi UIN Jogja
khususnya para aktivist.Sering keluar malam,
pergi boncengan dengan teman cowok, bahkan
banyak yang sering main ke kamar cowoknya di
siang hari. Menjelang jam 12 malam, Blandongan
sudah mau tutup, kami pun berjabat tangan dan
saling berpamitan untuk mengundurkan diri.
Penulis pergi berboncengan dengan sumber
dengan pikiran mantap baru saja mendapatkan
bahan, tapi dengan hati teriris karena kecurigaan
penulis ternyata benar.
Di sekitar UIN Sunan Kalijaga, setidaknya ada
empat daerah kos-kosan yang mayoritas
penghuninya mahasiswa/I UIN, yaitu Sapen
(selatan kampus), Papringan (Timur Laut),
Perum POLRI Gowok, dan Demangan. Dari
beberapa rumah hunian kos, ada juga yang
berjalan dengan sistem dikontrakkan, khususnya
di Perum Polri Gowok. Berdasarkan penelusuran
penulis, kontrakan ini lah yang sangat ironis dan
membahayakan. Hal ini disebabkan, wewenang
diserahkan sepenuhnya oleh si pengontrak, jadi
nyaris tidak ada control sama sekali dari pihak
manapun. Memang ada petugas ronda di malam
hari, akan tetapi di siang hari penghuni
kontrakan bisa bebas keluar masuk membawa
temen perempuan ke dalam kamar mereka.
Dengan fakta ini, pembatasan jam 9 sudah tidak
artinya, karena pasangan masiswa/I UIN
biasanya ngamar di kamar yang cowok di siang
hari.
Penulis juga mendapatkan fakta lain yang sangat
mengagetkan, yaitu adanya kos perempuan yang
bisa menginapkan cowoknya. Dari informasi
sumber, penulis mendapatkan informasi bahwa
salah satu kos cewek di daerah Sapen (dengan
sistem memegang kunci rumah sendiri-sendiri),
dapat keluar masuk kapan pun 24 jam, dan
sering kali menginapkan pasangannya. Penulis
pun penasaran dan mencoba mengajak sumber
menelitinya lebih jauh dan ternyata salah satu
temen perempuan sumber (mahasiswi Fakultas
Dakwah, sebut saja Dewi, bukan nama
sebenarnya), adalah penghuni kos yang
dimaksud. Dengan niat yang murni untuk
penelitian (sekaligus pembuktian), kami pun
diizinkan menginap di kamarnya dalam waktu
semalam. Sebenarnya penulis kaget dengan
respon tersebut, tapi sumber kemudian
meyakinkan bahwa tidak akan terjadi apa-apa.
Malam harinya, kami pun datang pukul 7.30
sesuai perjanjian dan langsung masuk kamar
Dewi.Penulispun langsung mendapan kejutan
pertama, yaitu dengan santainya Dewi
mempersilahkan kami masuk sedangkan dirinya
hanya berbalut baju tidur warna putih, dengan
model ketiak terbuka dan hanya sebatas
paha.“Astaghfirullahal ‘adzim” gumam penulis di
dalam hati.Kami ngobrol santai di dalam kamar
Dewi yang terletak di lantai bawah dengan pintu
setengah terbuka. Menurut Dewi, sebagian besar
penghuni kos tersebut adalah mahasiswa UIN
dari berbagai Fakultas.Di luar kamar, penulis
lihat dengan bebasnya pasangan laki-laki dan
perempuan keluar masuk kamar mereka. Hingga
pukul 9, Dewi pun menyuruh sumber untuk
memasukkan motor, sumber pun melakukannya
kemudian kembali ke kamar Dewi. Setelah itu,
seperti sudah saling mengerti, Dewi pun menutup
rapat pintu kamar dengan kami berdua di
dalamnya. Tak lama setelah itu, penulis pun
pergi ke kamar mandi, sambil berjalan pelan
penulis memperhatikan semua kamar yang 2
lantai tersebut. Pintu tertutup, lampunya ada
yang menyala ada yang tidak, sebagian masih
terdengar suara TV atau pun musik, “Apa yang
mereka lakukan?”Tanya penulis di dalam hati.
Setelah jam 9 pun pemandangan aneh terjadi di
garasi motor. Jelas-jelas itu adalah kos cewek,
akan tetapi sepeda motor yang terpakir di sana
bukan lah motor feminim, melainkan Ninja RR,
Satria FU, Yamaha V-xion, dan beberapa motor
standard. Penulis kembali ke kamar, disambut
dengan sumber yang sedang bencengkerama
tanpa beban dengan tidur dekat (bisa dikatakan
bersentuhan) dengan Dewi.Sekitar pukul 11
malam mereka tertidur, penulis pun hanya
duduk-duduk di dalam kamar sambil ngotak-
ngatik lap top sampai pagi dan kamipun pamitan
pulang. Dewi mengantar kami ke depan halaman
dengan pakaian yang memperlihatkan seluruh
lengan, paha, wajah, rambut, tentu saja BH dan
CD nya itu pun ditambah dengan senyum genit.
Perlu penulis tegaskan, itu anak UIN Sunan
Kalijaga fakultas Dakwah. (Jika ada bantahan
dari pihak kampus mengenai hal ini, silahkan
buktikan sendiri dengan datang ke kos Putri
Sapen, GK-1, no 437 tepat di depan rumah Pak
RW dulu. Kos tersebut juga pernah menjadi TKP
kasus pembunuhan mahasiswi UIN Fakultas
Adab, dengan dugaan mahasiswi tersebut telah
hamil di luar nikah).
Penulusaran penulis berlanjut keesokan harinya,
yang mana penulis dijanjikan sumber untuk
bertemu dengan seorang mucikari yang memiliki
“barang” mahasiswi-mahasiswi UIN
Jogja.“Haaahh…, ada germo yang punya stok
cewek UIN.Maksud mu mahasiswi UIN ada yang
berprofesi pelacur?” penulis dengan terkejutnya
bertanya kepada sumber. “Ada, mungkin bisa
dikatakan banyak, rata-rata tidak kurang dari 10
cewek per-fakultas, jadi kurang lebih 70 orang
(UIN jogja memiliki 7 fakultas Syari’ah, Tarbiyah,
Adab, Dakwah, Ushuludin, Saintech, dan
Isoshum), o yah.., dan kemarin kamu sudah
melihat salah satu nya waktu di Blandongan”.
Dengan tergeleng-geleng penulispun
membonceng motor sumber dan berkendara
kearah Bantul. 40 menit perjalan, kami pun
masuk ke sebuah perumahan elit dan berhenti di
depan sebuah rumah yang berukuran besar
(mohon maaf, sumber melarang memasukkan
alamat dan nomer rumah tersebut). Kami turun
dan membunyikan bel, disambut dengan hangat
oleh seorang pria paruh baya yang nampaknya
memiliki hubungan sangat akrab dengan sumber.
Dalam artikel ini, bapak tersebut sepakat ditulis
dengan nama Arjuna. Setelah duduk dan
berbasa-basi, sumber langsung menyampaikan
kepada pak Arjuna bahwa inilah (maksunya
penulis) yang tadi dibicarakan memalui SMS.Pak
Arjuna pun melihat kearah penulis dengan
mantap, dan setelah mangut-mangut sedikit
beliau berdiri dan mengambil HP nya yang
terletak di atas lemari.
”Dengarkan baik-baik” ujarnya.
Pak Arjuna pun mencari sebuah nomer kontak
dalam Phonebook HP nya, kemudian ditekannya
tombol OK.Setelah terdengar nada sambung, pak
Arjuna menghidupkan mode Loudspeaker.
“Tuut…., tuuut…, tuuut.., “ nada itu berbunyia
untuk beberapa kali.
“Halo Om.., pa kabar?” ahirnya sebuah suara
lembut dan manja terdengar dari seberang sana.
Sambil melirik kearah penulis, pak Arjuna yang
dipanggil Om, mulai berbicara.
“Ya salam doong.., anak UIN kok ga pake
Assalamu’laikum”
“Ihh.., om bisa aja. Iyaaa…, assalamu’alaikum
Ommm…,”
“Waalaikum salam., lagi dimana xxx (menyebut
namanya) ?”
“Di kampus aja om., gimana, ada yang perlu
“diservis”?” terdengar tertawa kecil,
“Hehe…, kamu tuh. Ga kok, om cuman nanya-
nanya kabar aja. Kalau masalah “servis” sih,
punya om aja ga bakal habis. Hahaha…, ya udah
belajar yang rajin. Malam besok main ke tempat
om yah.., ada sesuatu”
“Iya deh om.., dada omm mmmmuah”
“ Eh eh.., bentar, om lupa. Kamu di UIN Jurusan
apa?”
“Ilmu Komunikasi Omm, Isoshum. Dah ya omm.,
daaa…,”
(Kalau pihak Dekanat Isoshum keberatan,
silahkan buktikan dengan tes keperawanan di
fakultas anda, khususnya I-Kom).
Penulis hanya bisa terduduk lemas di seberang
meja pak Arjuna mendengar percakapan itu.Pak
Arjuna pun menawarkan kepada penulis untuk
menunjukkan bukti lagi, penulispun langsung
menolaknya.Kami ngobrol-ngobrol sebentar
mengenai kehidupan malam Jogja, dan menurut
pak Arjuna, anak UIN (khususnya yang cewek)
tidak pernah absen dalam
perkembangannya.Bahkan beliau juga
menjelaskan tentang kehidupan pasangan anak
muda jaman sekarang yang berdasarkan pada
cinta sementara, seks, dan uang.Jadi cukup
mudah untuk mendapatkan “barang” mahasiswi
manapun, termasuk mahasiswi UIN Sunan
Kalijaga.Kami tidak lama di tempat pak Arjuna
karena beliau telah ada jadwal untuk pergi,
setelah berpamitan dan mengcapkan terima
kasih, kami berkendara pulang.
Banyak lagi fakta-fakta yang penulis temukan
dalam penelusuran ini, akan tetapi setidaknya 2
study kasus tersebut dapat memberikan
gambaran kepada kita kondisi mahasiswi UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sebagaimana yang
saya sampaikan di atas, mungkin hal ini sangat
tidak mungkin, akan tetapi untuk
membuktikannya penulis mempunyai beberapa
usul.
1. Pihak kampus, cobalah turun ke masyarakat
sekitar dan lihat kondisi dan pola hidup anak-
anak UIN di kos-kosan dan warung kopi. Saya
pastikan anda akan terkejut.
2. Hindari pendidikan liberal, giatkan kembali
kajian-kajian kitab klasik.
3. Lakukan tes keperawanan setelah Munaqosah,
dan hasil tes tersebut akan menentukan lulus
atau tidaknya mahasiswi tersebut.
(akan lebih baik jika UIN melaksnakan tes
keperawanan di awal dan ahir masa study. Hal
ini sangat mungkin untuk di lakukan dengan
fasilitas Poliklinik UIN yang tersedia. Insya Allah
kebijkan ini akan mengurangi angka pelaku seks
bebas di kalangan mahasiswa UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta).

Sumber: https://www.facebook.com/fatih.albukhari?fref=nf

1 comments:

Selahkan bertanya atau komentar dan beri saran atau masukkan ^_^
Di larang mengirim link aktif (link aktif otomatis di hapus)